Ketahanan pangan Indonesia memburuk, terutama karena harganya yang makin jauh dari daya jangkau masyarakat.
Ilustrasi Ketahanan Pangan
Indikator ketahanan pangan tersebut ditunjukkan melalui Skor Global Food Security Index (GFSI) 2021 yang dikeluarkan oleh Economist Impact, entitas dalam The Economist Group, yang dikeluarkan Maret 2022. Menurut hasil riset, Indonesia dapat skor 59,2, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 61,4. Dengan skor itu, Indonesia ada di peringkat 69 dari 113 negara.
Di kawasan Asia Tenggara, posisi tersebut merupakan nomor empat paling buncit, bersama Myanmar, Kamboja dan Laos. Indonesia masih tertinggal dari Filipina, Vietnam, maupun Thailand. Bahkan dalam empat tahun terakhir, skor Indonesia terus menurun.
GFSI merupakan indeks ketahanan pangan global yang dihitung berdasarkan empat indikator inti, yaitu aspek keterjangkauan (affordability), ketersediaan (availibility), kualitas dan keamanan (quality and safety), serta ketahanan dan sumber daya alam (natural resources and resilience) di 113 negara, baik negara berkembang maupun maju.
Masing-masing aspek memiliki indikator turunan dan sub indikator untuk mengalkulasikan skor indeks dari aspek-aspek tersebut. GFSI diukur oleh Economicst Impact). Untuk GFSI 2021 dirilis pada Oktober 2021 dan merupakan indeks kesepuluh yang telah dirilis.
Pada tahun 2021, nilai indeks Indonesia dari seluruh aspek yaitu Keterjangkauan, Ketersediaan, Kualitas dan Keamanan, serta Ketahanan Sumber Daya Alam, mengalami penurunan dibandingkan dengan capaian tahun 2020. Yang paling besar penurunannya ialah aspek keterjangkauan, yakni sebesar 4,1 poin.
Penurunan indeks keterjangkauan tersebut disebabkan oleh kenaikan rata-rata harga pangan. Kemudian, indeks ketersediaan yang melambat dipengaruhi oleh masalah suplai yakni kecukupan pasokan dan volatilitas produksi pertanian.
Selanjutnya ialah indeks kualitas dan keamanan. Permasalahan utama dalam penurunan indeks ini ialah food safety atau keamanan pangan, ialah mekanisme keamanan pangan, seperti tersedianya peraturan yang mendukung hingga kapasitas laboratorium.
Kemudian, terkait dengan ketahanan sumber daya alam, turunnya indeks Indonesia diakibatkan oleh permasalahan lahan dan senstivitas. Permasalahan lahan yang dimaksud ialah degradasi lahan, perubahan kawasan hutan, dan emisi gas rumah kaca. Sedangkan sensitivitas mencakup ketergantungan terhadap impor sereal dan ketergantungan produk domestik bruto (PDB) terhadap sumber daya alam, seperti minyak, gas alam dan batu bara.
